Senin, 17 Maret 2014

Dalil Sholat Berjamaah


BAB I

PENDAHULUAN

1.1               LATAR BELAKANG MASALAH

Shalat berjama’ah itu adalah wajib bagi tiap-tiap mukmin laki-laki, tidak ada keringanan untuk meninggalkannya terkecuali ada udzur (yang dibenarkan dalam agama). Hadits-hadits yang merupakan dalil tentang hukum ini sangat banyak, di antaranya:

Dari Abu Hurairah radhiallaahu anhu, ia berkata, Telah datang kepada Nabi shallallaahu alaihi wasallam seorang lelaki buta, kemudian ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku tidak punya orang yang bisa menuntunku ke masjid, lalu dia mohon kepada Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam agar diberi keringanan dan cukup shalat di rumahnya.’ Maka Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam memberikan keringanan kepadanya. Ketika dia berpaling untuk pulang, beliau memanggilnya, seraya berkata, ‘Apakah engkau mendengar suara adzan (panggilan) shalat?’, ia menjawab, ‘Ya.’ Beliau bersabda, ‘Maka hendaklah kau penuhi (panggilah itu)’.
(HR. Muslim)

Dari Abu Hurairah radhiallaahu anhu ia berkata: ‘Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam bersabda, ‘Shalat yang paling berat bagi orang munafik adalah shalat Isya’ dan shalat Subuh. Seandainya mereka itu mengetahui pahala kedua shalat tersebut, pasti mereka akan mendatanginya sekalipun dengan merangkak. Aku pernah berniat memerintahkan shalat agar didirikan kemudian akan kuperintahkan salah seorang untuk mengimami shalat, lalu aku bersama beberapa orang sambil membawa beberapa ikat kayu bakar mendatangi orang-orang yang tidak hadir dalam shalat berjama’ah, dan aku akan bakar rumah-rumah mereka itu’.
(Muttafaq ‘alaih)

HR. Muslim dan Muttafaq “alaih adalah dua dari sekian banyak sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam yang meneggaskan bahwa sholat itu amatlah penting terutama sholat berjamaah. Tetapi dewasa ini umat islam tidak terlalu memperdulikan panggilan adzan yang terdengar di telinganya. Banyak alasan yang didapat dari hal tersebut, salah satunya adalah kurangnya pengetahuan umat isalam akan dalil-dalil sholat berjamaah. Maka dari itu penulis membuat makalah “DALIL SHOLAT BERJAMAAH” yang insyallah akan membantu pembaca dan meberikan pengetahuan akan pentingnya sholat berjamaah.

1.2        RUMUSAN MASALAH

Berdaasarkan latar belakang tersebut, masalah-masalah yang di bahas dapat dirumuskan sebagai berikut.

·         Apa hukum dan dalil sholat berjamaah?

·         Mengapa sholat berjamaah itu dilakukan?

 

1.3       TUJUAN

Adapun tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.

·         Untuk mengetahui dalil dan hukum sholat berjamaah

·         Untuk mengetahui pentingnya sholat berjamaah

 

 


 

BAB II

PEMBAHASAN

2.1       HUKUM DAN DALIL SHOLAT BERJAMAAH

Shalat berjamaah adalah sholat yang dilakukan secara bersama-sama oleh minimal lebih dari satu orang yaitu satu imam dan satu makmum. Shalat berjamaah umum dilakukan di masjid atau mushalla, tapi tidak jarang juga dilakukan di rumah dalam satu keluarga di mana ayah atau anak laki-laki biasanya berfungsi sebagai imam. Islam memotivasi umatnya agar selalu melakukan shalat secara berjamaah. Terutama dalam shalat fardhu. Kebalikan dari shalat berjamaah adalah shalat munfarid (sendirian).

Dari Abu Darda’ radhiallaahu anhu, ia berkata, ‘Aku mendengar Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam bersabda, ‘Tidaklah berkumpul tiga orang, baik di suatu desa maupun di dusun, kemudian di sana tidak dilaksanakan shalat berjama’ah, terkecuali syaitan telah menguasai mereka. Maka hendaklah kamu senan-tiasa bersama jama’ah (golongan yang banyak), karena sesungguhnya serigala hanya akan memangsa domba yang jauh terpisah (dari rombongannya)’.
(HR. Ahmad, Abu Daud, An-Nasai dan lainnya, hadits hasan )

Sebagian ulama menyatakan hukum shalat berjamaah adalah fardhu 'ain (wajib bagi seluruh individu muslim laki-laki) berdasarkan QS An-Nisa' 4:102 dan dua hadits yang disebut di bawah. Namun mayoritas ulama madzhab empat menilai dalil-dalil tersebut menunjukkan bahwa shalat berjamaah hukumnya fardhu kifayah. Yaitu, wajib bagi seluruh muslim laki-laki, tapi gugur kewajiban itu apabila ada sebagian muslim yang melakukannya.

1. Al Quran surah An-Nisa' 4:102


وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلَاةَ فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا سَجَدُوا فَلْيَكُونُوا مِنْ وَرَائِكُمْ وَلْتَأْتِ طَائِفَةٌ أُخْرَىٰ لَمْ يُصَلُّوا فَلْيُصَلُّوا مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا حِذْرَهُمْ وَأَسْلِحَتَهُمْ ۗ وَدَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ تَغْفُلُونَ عَنْ أَسْلِحَتِكُمْ وَأَمْتِعَتِكُمْ فَيَمِيلُونَ عَلَيْكُمْ مَيْلَةً وَاحِدَةً ۚ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ كَانَ بِكُمْ أَذًى مِنْ مَطَرٍ أَوْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَنْ تَضَعُوا أَسْلِحَتَكُمْ ۖ
وَخُذُوا حِذْرَكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا

Artinya: Dan apabila engkau (Muhammad) berada di tengah-tengah mereka mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak melaksanakan salat bersama-sama mereka, ...

2. Hadits sahih riwayat Bukhari dan Muslim menyatakan:


و الذي نفسي بيده ، لقد هممت أن آمر بحطب فيحتطب ، ثم آمر بالصلاة فيؤذن لها ، ثم آمر رجلاً فيؤم الناس ، ثم أخالف إلى رجالاً فأحرق عليهم بيوتهم ، و الذي نفسي بيده لو يعلم أنه يجد عَرْقاً سميناً أو مِرْماتَيْن حسنتين لشهد العشاء

Artinya: Demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya, sungguh aku bermaksud hendak menyuruh orang-orang mengumpulkan kayu bakar, kemudian menyuruh seseorang menyerukan adzan, lalu menyuruh seseorang pula untuk menjadi imam bagi orang banyak. Maka saya akan mendatangi orang-orang yang tidak ikut berjama'ah, lantas aku bakar rumah-rumah mereka.

3. Hadits sahih riwayat Bukhari dan Muslim (muttafaq alaih) menyatakan:


إن أثقل الصلاة على المنافقين صلاة العشاء و صلاة الفجر ، و لو يعلمون ما فيهما لأتوهما و لو حبواً ، و لقد هممت أن آمر بالصلاة فتقام ، ثم آمر رجلاً يصلي بالناس ، ثم انطلق معي برجال معهم حزم من حطب إلى قوم لا يشهدون الصلاة ، فأحرق عليهم بيوتهم

Artinya: Shalat yang paling berat bagi orang munafik adalah salat isya' dan shalat subuh. Seandainya mereka tahu keutamaannya niscaya mereka akan datang walaupun dengan merangkak. Aku telah memerintahkan agar shalat dilaksanakan. Kemudian aku memerintahkan seorang lelaki untuk shalat dengan yang lain (secara berjamaah)...



2.1.1    SYARAT SHALAT BERJAMAAH

Persyaratan shalat berjamaah sama dengan syarat shalat fardhu yang dilakukan sendirian dengan tambahan sebagai berikut:

1.      Imam harus laki-laki dan sudah dewasa (akil baligh) apabila makmumnya terdiri dari laki-laki saja atau laki-laki dan perempuan.

2.      Harus dapat mengucapkan dengan baik bacaan-bacaan wajib dalam shalat.

3.      Makmum harus berniat bermakmum (mengikuti) pada imam.

4.      Apabila imam dan makmum berada di satu masjid, maka makmum harus dapat mendengar takbirotul ihram (takbir pertama)-nya imam atau melihat imam atau melihat makmum yang ada di belakang imam.

Apabila makmum berada di luar masjid maka boleh dengan dua syarat: (1) mendengar tabirnya imam; (2) shaf (barisan)-nya harus nyambung dengan barisan yang di dalam masjid.


Berjama’ah dapat dilaksanakan sekalipun dengan seorang makmum dan seorang imam.
Shalat berjama’ah bisa dilaksanakan dengan seorang makmum dan seorang imam, sekalipun salah seorang di antaranya adalah anak kecil atau perempuan. Dan semakin banyak jumlah jama’ah dalam shalat semakin disukai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dari Ibnu Abbas radhiallaahu anhuma, ia berkata, ‘Aku pernah bermalam di rumah bibiku, Maimunah (salah satu istri Nabi shallallaahu alaihi wasallam), kemudian Nabi shallallaahu alaihi wasallam bangun untuk shalat malam, maka aku pun ikut bangun untuk shalat bersamanya, aku berdiri di samping kiri beliau, lalu beliau menarik kepalaku dan menempatkanku di samping kanannya’.
(Muttafaq ‘alaih)

Dari Abu Sa’id Al-Khudri dan Abu Hurairah radhiallaahu anhuma, keduanya berkata, ‘Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam bersabda, ‘Barangsiapa ba-ngun di waktu malam hari kemudian dia membangunkan isterinya, kemudian mereka berdua shalat berjama’ah, maka mereka berdua akan dicatat sebagai orang yang selalu berdzikir kepada Allah’.
(HR. Abu Daud dan Al-Hakim, hadits shahih)

Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiallaahu anhu, ‘Bahwasanya seorang laki-laki masuk masjid sedangkan Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam sudah shalat bersama para sahabatnya, maka beliau pun bersabda, ‘Siapa yang mau bersedekah untuk orang ini, dan menemaninya shalat.’ Lalu berdirilah salah seorang dari mereka kemudian dia shalat bersamanya’.
(HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi, hadits shahih).

Dari Ubay bin Ka’ab radhiallaahu anhu, ia berkata, ‘Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam bersabda, Shalat seseorang bersama orang lain (berdua) lebih besar pahalanya dan lebih mensucikan daripada shalat sendirian, dan shalat seseorang ditemani oleh dua orang lain (bertiga) lebih besar pahalanya dan lebih menyucikan daripada shalat dengan ditemani satu orang (berdua), dan semakin banyak (jumlah jama’ah) semakin disukai oleh Allah Ta’ala’.
(HR. Ahmad, Abu Daud dan An-Nasai, hadits hasan)

2.1.2    MELURUSKAN DAN MERAPATKAN SHAF DALAM SHOLAT BERJAMAAH

Di antara syari’at yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada umatnya adalah meluruskan dan merapatkan shaf dalam shalat berjamaah. Barangsiapa yang melaksanakan syari’at, petunjuk dan ajaran-ajarannya dalam meluruskan dan merapatkan shaf, sungguh dia telah menunjukkan ittiba’ nya [mengikuti] dan kecintaannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Adapun hadits-hadits yang memerintahkan untuk meluruskan dan merapatkan shaf diantaranya sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

Artinya: “Apakah kalian tidak berbaris sebagaimana berbarisnya para malaikat di sisi Rabb mereka ?” Maka kami berkata: “Wahai Rasulullah , bagaimana berbarisnya malaikat di sisi Rabb mereka ?” Beliau menjawab : “Mereka menyempurnakan barisan-barisan [shaf-shaf], yang pertama kemudian [shaf] yang berikutnya, dan mereka merapatkan barisan”

[HR. Muslim, An Nasa'i dan Ibnu Khuzaimah].

Dalam hadits yang lain yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari An Nu’man bin Basyir, Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berkata:

Artinya: Dahulu Rasullullah meluruskan shaf kami sampai seperti meluruskan anak panah hingga beliau memandang kami telah paham apa yang beliau perintahkan kepada kami (sampai shof kami telah rapi-pent), kemudian suatu hari beliau keluar (untuk shalat) kemudian beliau berdiri, hingga ketika beliau akan bertakbir, beliau melihat seseorang yang membusungkan dadanya, maka beliau bersabda: “Wahai para hamba Allah, sungguh kalian benar-benar meluruskan shaf atau Allah akan memperselisihkan wajah-wajah kalian”.
[HR. Muslim]

Sedangkan hadits yang diriwayatkan dari Anas ra., Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Artinya: “Tegakkan [luruskan dan rapatkan, pent-] shaf-shaf kalian, karena sesungguhnya aku melihat kalian dari balik punggungku”
[HR. Al Bukhari dan Muslim], dan pada riwayat Al Bukhari, Anas r.a. berkata: “Dan salah satu dari kami menempelkan bahunya pada bahu temannya dan kakinya pada kaki temannya”

sedangkan pada riwayat Abu Ya’la, berkata Anas: “Dan jika engkau melakukan yang demikian itu pada hari ini, sungguh engkau akan melihat salah satu dari mereka seolah-olah seperti keledai liar yaitu dia akan lari darimu.”

Dari hadits-hadits di atas menunjukkan betapa pentingnya meluruskan dan merapatkan shaf pada waktu shalat berjamaah karena hal tersebut termasuk kesempurnaan shalat sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Luruskan shaf-shaf kalian, karena lurusnya shaf termasuk kesempurnaan shalat”.

Bahkan sampai ada sebagian ulama yang mewajibkan hal itu, sebagaimana perkataan Syeikh Al-Albani rahimahullah dalam mengomentari sabda nabi shallallahu ‘alaihi wasallam : ‘… atau Allah akan memperselisihkan wajah-wajah kalian’: “Sesungguhnya ancaman semacam ini tidak dikatakan didalam perkara yang tidak diwajibkan, sebagaimana tidak samar lagi [pengertian seperti itu dikalangan ahli ilmu, pent-]“. Akan tetapi sungguh amat sangat disayangkan, sunnah meluruskan dan merapatkan shaf ini telah diremehkan bahkan dilupakan kecuali oleh segelintir kaum muslimin.

Berkata Syeikh Masyhur Hasan Salman: “Apabila jamaah shalat tidak melaksanakan sebagaimana yang dilakukan oleh Anas dan An Nu’man maka akan selalu ada celah dan ketidaksempurnaan dalam shaf. Dan pada kenyataannya -kebanyakan- para jamaah shalat apabila mereka merapatkan shaf maka akan luaslah shaf [menampung banyak jamaah, pent-] khususnya shaf pertama kemudian yang kedua dan yang ketiga. Apabila mereka tidak melakukannya, maka: Pertama: Mereka terjerumus dalam larangan syar’i, yaitu tidak meluruskan dan merapatkan shaf.

Kedua: Mereka meninggalkan celah untuk syaithan dan Allah akan memutuskan mereka, sebagaimana hadits dari Umar bin Al Khaththab bahwasanya Nabi bersabda:”Tegakkan shaf-shaf kalian dan rapatkan bahu-bahu kalian dan tutuplah celah-celah dan jangan kalian tinggalkan celah untuk syaithan, barangsiapa yang menyambung shaf niscaya Allah akan menyambungnya dan barangsiapa memutus shaf niscaya Allah akan memutuskannya”.
[HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Al Hakim ]

Ketiga: Terjadi perselisihan dalam hati-hati mereka dan timbul banyak pertentangan di antara mereka, sebagaimana dalam hadits An Nu’man terdapat faedah yang menjadi terkenal dalam ilmu jiwa, yaitu: sesungguhnya rusaknya dhahir mempengaruhi rusaknya batin dan kebalikannya. Disamping itu bahwa sunnah meluruskan dan merapatkan shaf menunjukkan rasa persaudaraan dan saling tolong-menolong, sehingga bahu si miskin menempel dengan bahu si kaya dan kaki orang lemah merapat dengan kaki orang kuat, semuanya dalam satu barisan seperti bangunan yang kuat, saling menopang satu sama lainnya.

Keempat: Mereka kehilangan pahala yang besar yang dikhabarkan dalam hadits-hadits yang shahih, di antaranya sabda Nabi: Artinya: “Sesungguhnya Allah dan para malaikatnya bershalawat kepada orang yang menyambung shaf”.
[HR. Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Hiban dan Ibnu Khuzaimah].

Dan sabda Nabi yang shahih: “Barangsiapa menyambung shaf niscaya Allah akan menyambungnya”.
[HR.Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah]

Dan sabda Nabi yang lain: Artinya: “Sebaik-baik kalian adalah yang paling lembut bahunya (mau untuk ditempeli bahu saudaranya -pent) ketika shalat, dan tidak ada langkah yang lebih besar pahalanya daripada langkah yang dilakukan seseorang menuju celah pada shaf dan menutupinya”. [HR. Ath Thabrani, Al Bazzar dan Ibnu Hiban].

2.1.3    SHALAT SUNNAH YANG SUNNAH DILAKUKAN SECARA BERJAMAAH

Selain shalat fardhu, ada juga beberapa shalat sunnah yang sunnah (dianjurkan) dilakukan secara berjamaah yaitu:

1. Idul Fitri
2. Idul Adlha
3. Shalat Kusuf (Gerhana Matahari)
4. Shalat Khusuf (Gerhana Bulan)
5. Shalat Istisqo’ (minta hujuan).
6. Shalat Tarawih
7. Shalat Witir yang mengiringi Shalat Tarawih


2.1.4    HUKUM SHALAT DHUHA DAN TAHAJUD BERJAMAAH

 

Baik shalat sunnah tahajud dan salat dhuha disunnahkan untuk dilakukan sendirian tanpa berjamaah. Namun sesekali (tidak terus menerus) boleh dilakukan secara berjamaah seperti pernah dilakukan oleh Nabi.


2.1.5    DASAR HUKUM DALIL BOLEHNYA SHALAT DHUHA BERJAMAAH

 

Shalat Dhuha disunnahkan dilakukan sendirian. Namun, hukumnya boleh sesekali (tidak rutin) melaksanakan sholat sunnah dhuha secara berjamaah. Dengan dasar hukum sebagai berikut:

1. Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmuk (3/548) mengatakan:


قد سبق أن النوافل لا تشرع الجماعة فيها إلا في العيدين والكسوفين والاستسقاء , وكذا التراويح والوتر بعدها ....
وأما باقي النوافل كالسنن الراتبة مع الفرائض والضحى والنوافل المطلقة فلا تشرع فيها الجماعة , أي لا تستحب , لكن لو صلاها جماعة جاز
وقد نص الشافعي رحمه الله على أنه لا بأس بالجماعة في النافلة

 

Artinya: ...bahwa shalat-shalat sunnah tidak disyariatkan secara berjamaah kecuali dua hari raya, gerhana matahari dan bulan, istisqa', tarawih dan witir di bulan Ramadhan. Adapun shalat sunnah yang lain seperti shalat sunnah rawatib, shalat dhuha, dan shalat sunnah mutlak, maka tidak disyariatkan dilakukan dengan berjamaah, yakni tidak disunnahkan. Akan tetapi, kalau dilakukan secara berjamaah tidak apa-apa.

 

Imam Syafi'i menyatakan bahwa semua shalat sunnah boleh dilakukan secara berjamaah.

2. Hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari ‘Itban bin Malik:


أن النبي صلى الله علين وسلم جاءه في بيته بعدما اشتد النهار ومعه أبو بكر رضي الله عنه فقال النبي صلى الله عليه وسلم : أين تحب أن أصلي من بيتك ؟ فأشرت إلى المكان الذي أحب أن يصلي فيه فقام وصفنا خلفه ثم سلم وسلمنا حين سلم

Artinya: Nabi Muhammad pernah datang ke rumah Itban bin Malik bersama Abu Bakar saat siang. Kemudian Nabi shalat (sunnah) dan kami berbaris di belakangnya. Kami mengucapkan salam setelah Nabi mengucapkan salam.

3. Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mughni (I/442) mengatakan:


يجوز التطوع جماعة وفرادى ; لأن النبي صلى الله عليه وسلم فعل الأمرين كليهما , وكان أكثر تطوعه منفردا

Artinya: Boleh melaksanakan shalat sunnah secara berjamaah dan sendirian. Karena Nabi Muhammad pernah melakukan keduanya. Akan tetapi Nabi lebih sering melakukan shalat sunnah sendirian.

 

Yang perlu dicatat juga, bahwa shalat sunnah dhuha hendaknya dilakukan dengan sirr (memelankan bacaan), bukan jahr (mengeraskan bacaan) walaupun dilakukan secara berjamaah.

2.1.6    DASAR HUKUM DALIL BOLEHNYA SHALAT TAHAJUD BERJAMAAH



Shalat sunnah tahajjud sama dengan shalat dhuha sebaiknya dilakukan sendirian, tanpa berjamaah. Namun, boleh dilakukan secara berjamaah asal tidak terus-menerus. Adapaun dalilnya secara umum dapat dilihat pada dalil bolehnya shalat dhuha berjamaah plus dalil berikut:

1. Hadits sahih riwayat Bukhari dari Ibnu Abbas:


Ibnu Abbas tidur pada suatu malam di rumah Rasulullah, lalu Rasulullah bangun untuk mengerjakan shalat malam, maka Ibnu Abbas pun bangun dan berdiri di sisi kiri Rasulullah, lantas Rasulullah menarik kepalanya dari belakangnya, lalu menjadikannya berdiri di sisi kanan Rasulullah.


2.1.7    SYARAT MENJADI IMAM SHALAT BERJAMAAH

1. Muslim
2. Harus laki-laki dewasa (sudah akil baligh) apabila makmumnya ada yang laki-laki.
3. Harus suci dari hadats.
4. Waras. Tidak gila.
5. Harus mampu melaksanakan semua rukun shalat sepertu berdiri, ruku' dan sujud.
6. Harus bisa membaca surat Al-Fatihah dan
bacaan lain yang wajib dalam shalat.
7. Harus ada makmum.


2.1.8    SYARAT MAKMUM DALAM SHALAT BERJAMAAH

1. Harus berniat makmum atau mengikuti imam. Seperti, ushalli fardha-dz Dzuhri makmuman lillahi ta'ala.
2. Posisi makmum harus berada di belakang imam.
3. Makmum tidak boleh mendahului gerakan imam.


2.1.9    HUKUM WANITA SHALAT BERJAMAAH DI MASJID


Perempuan dibolehkan, bahkan sunnah hukumnya, melaksanakan shalat berjamaah di masjid dengan syarat:

1. Aman dari fitnah.
2. Tidak mengundang syahwat laki-laki (dengan cara tidak memakai parfum dan pakaian menyolok). Apabila dua hal ini dilanggar maka hukumnya makruh.
3. Akan lebih baik kalau shalat jamaah dilakukan di rumah.


2.1.10            DASAR HUKUM BOLEHNYA WANITA IKUT SHALAT JAMAAH DI MASJID

1. إذا استأذنت أحدكم امرأته إلى المسجد فلا يمنعها
Artinya: apabila istri-istri kalian minta ijin (hendak shalat berjamaah) di masji, maka jangan dilarang (HR Bukhari Muslim).

2. لا تمنعوا إماء الله مساجد الله
Artinya: Janganlah kalian cegah hamba-hama Allah (yang perempuan) ke masjid (untuk berjamaah).

3. إذا استأذنكم نساؤكم بالليل إلى المساجد فأذنوا لهن
Artinya: Apabila istri-istri kalian minta ijin (shalat berjamaah) ke masjid pada malam hari, maka berilah mereka ijin.

4. خير صفوف الرجال أولها وشرها آخرها ، وخير صفوف النساء آخرها ، وشرها أولها
Artinya: Sebaik-baik barisan (shaf) laki-laki adalah di awal barisan dan sejelek-jelek barisan ada di akhir. Sebaik-baik barisan jamaah perempuan adalah di akhir, sedang sejelek-jeleknya ada di barisan awal.(HR Muslim)

5. Menghindari pandangan terhadap lawan jenis adalah wajib bagi laki-laki dan perempuan (QS An-Nur 24:31).

 

 

 

 


 

2.2       KEUTAMAAN FADHILAH SHALAT BERJAMAAH

Berikut dalil tentang keutamaan shalat berjamaah
1. Pahala yang berlipat ganda
Hadits sahih riwayat muttafaq alaih (Bukhari Muslim)


صلاة الجماعة أفضل من صلاة الفذ بسبع وعشرين درجة

Artinya: Shalat berjamaah lebih utama 27 derajat dibanding shalat sendirian.

2. Diangkat derajatnya dan dihapus kesalahannya


صلاة الرجل في جماعة تَضْعفُ على صلاته في بيته وفي سوقه خمساً وعشرين ضعفاً ، وذلك أنه إذا توضأ فأحسن الوضوء ثم خرج إلى المسجد ، لا يُخْرِجُه إلا الصلاة ، لم يخطُ خطوة إلا رُفِعَت له بها درجة ، وحُطّ عنه بها خطيئة ، فإذا صلَّى لم تزل الملائكة تُصلِّي عليه ، ما دام في مُصَلاّه ما لم يُحْدِث : اللهم صلّ عليه ، اللهم ارحمه ، ولا يزال في صلاة ما انتظر الصلاة

Artinya: shalat seorang lelaki secara berjamaah akan berlipat ganda 20 kali (pahalanya) dibanding shalat di rumah. Setiap langkahnya menuju masjid akan mengangkatnya satu derajat dan menghilangkan satu kesalahan...

3. Sama dengan pahal shalat tahajud semalam suntuk.
Hadits sahih riwayat Muslim:


من صلَّى العشاء في جماعة فكأنما قام نصف الليل ، ومَن صلّى الصبح في جماعة فكأنما قام الليل كله

Artinya: Barangsiapa shalat isya' secara berjamaah maka seakan-akan dia melakukan shalat separuh malam. Barangsiapa shalat subuh berjamaah maka seakan-akan dia shalat seluruh malam.


 

BAB III

PENUTUP

3.1       KESIMPULAN

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa :

 

                                i.            Shalat berjamaah adalah sholat yang dilakukan secara bersama-sama oleh minimal lebih dari satu orang yaitu satu imam dan satu makmum. Shalat berjamaah umum dilakukan di masjid atau mushalla, tapi tidak jarang juga dilakukan di rumah dalam satu keluarga di mana ayah atau anak laki-laki biasanya berfungsi sebagai imam. Islam memotivasi umatnya agar selalu melakukan shalat secara berjamaah. Terutama dalam shalat fardhu. Kebalikan dari shalat berjamaah adalah shalat munfarid (sendirian).

                              ii.            Terdapat tiga keutamaan sholat berjamaah.

1.      Pahala yang berlipat ganda;

2.      Diangkat derajatnya dan dihapus kesalahannya;

3.      Sama dengan pahal shalat tahajud semalam suntuk.


 

DAFTAR PUSTAKA

 

Atsal, M.Abhista (2002). Penuntun Shalat Lengkap. Jakarta: Nidya Pustaka.

Drs. Nawai (1991). Cara Praktis Penuntun Shalat Lengkap. Surabaya: Karya Ilmu.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar